Jumat, 18 April 2014

Memahami Fenomena Bulan Biru (Blue Moon)



Keindahan alam semesta telah lama mempesona manusia. Begitu pula keteraturan serta misteri yang menyertainya membuat manusia selalu merasa tidak puas untuk menggali rahasia lebih dalam darinya. Bahkan, bagi sebagian orang misteri alam semesta adalah teka-teki dengan kebenaran dari Tuhan YME.
Jika kita mengamati langit, semua benda selalu kelihatan tetap penampakannya. Benda-benda tersebut (Matahari, planet-planet atau bintang-bintang) selalu terlihat konsisten penampakannya, paling tidak dalam batas-batas ketajaman mata manusia. Akan tetapi, ada satu benda langit yang selalu berubah penampakannya. Dari zaman dahulu, orang melihat benda ini selalu berubah secara periodik. Kita bisa melihat benda ini pada langit malam dengan sinarnya yang paling terang diantara benda-benda langit lainnya. Benda yang dimaksud adalah Bulan.

Bulan yang selalu berubah penampakannya dari hari ke hari membuatnya menjadi simbol irama kehidupan. Hidup yang dimulai dari kelahiran, diikuti dengan masa dewasa dan kematian direpresentasikan oleh fase-fase Bulan. Karena keteraturannya itulah, periodesitas perubahan fase Bulan dijadikan sebagai standar pengukur waktu sejak zaman dahulu. Salah satu wujudnya sebagai alat ukur kita mengenal sistem penanggalan Islam atau kalender Hijriah.

Bulan mengorbit Bumi dengan periode 27.3 hari yang kemudian dinamakan dengan periode sideris. Dalam hubungannya dengan Bulan (termasuk juga dengan planet-planet lainnya), ada satu periode lain yang berhubungan dengan kedudukan relatif  Bulan dengan Bumi dan Matahari. Periode ini dinamakan periode sinokdis. Periode sinokdis menunjukkan selang waktu yang dibutuhkan Bulan untuk mencapai dua fase yang sama secara berturut-turut, misalnya dari fase Bulan sabit kembali lagi pada fase Bulan sabit berikutnya. Satu periode sinokdis berlangsung selama waktu 29.5 hari. Periode inilah yang paling banyak berpengaruh pada kehidupan manusia.

Ketika hari memasuki hitungan ke 7 dalam sistem penanggalan yang mengacu lunar system, kita bisa melihat permukaan Bulan yang disinari Matahari semakin banyak. Keadaan seperti ini disebut bulan bungkuk. Selanjutnya, sekitar tanggal 14 posisi Bumi berada diantara Bulan dan Matahari. Pada posisi seperti inilah Bulan bersinar penuh karena Bulan persis berada di belakang Bumi apabila dilihat dari Matahari. Kedudukan seperti ini disebut fase bulan purnama. Dan setelah itu, perlahan bagian Bulan yang terlihat dari Bumi semakin berkurang hingga kembali lagi pada fase Bulan sabit seperti keadaan semula.


Diantara  hal yang spektakuler dalam kaitan Bumi dengan Bulan adalah gerhana, baik gerhana Bulan maupun Matahari. Bagi para pecinta ilmu Falak dan Astronomi, peristiwa alam seperti ini merupakan waktu yang tepat untuk mengamati keindahan ciptaan Tuhan. Satu hal lagi yang berkaitan dengan fase Bulan adalah purnama. Fase ini merupakan waktu yang tepat untuk mengamati permukaan Bulan dengan teropong dan mendapatkan gambaran yang jelas mengenai permukaan Bulan.

Selain gerhana Bulan, salah satu peristiwa langka yang terjadi dalam fase Bulan purnama adalah fenomena Bulan Biru (blue moon). Tidak banyak masyarakat yang mengetahui makna sebenarnya fenomena Bulan biru, bahkan seringkali masyarakat salah memahami. Fenomena Bulan biru merupakan salah satu fenomena Astronomi yang langka dan sering menarik perhatian media. Banyak ilmuwan yang menulisnya di jurnal-jurnal ilmiah dan berbagai media cetak.

Secara harfiah, Blue Moon berarti bulan biru. Secara umum orang mengartikan bahwa bulan biru adalah Bulan yang muncul dengan penampakkan warna biru atau kebiru-biruan. Fenomena ini menjadi salah satu fenomena langka yang menarik bagi manusia karena Bulan muncul dengan warna cahaya yang langka. Tidak seperti biasanya yang bersinar dengan warna putih atau kuning keemasan.

Warna biru yang terdapat pada bulan perlu dipahami bukan warna yang sebenarnya atau bulan telah berubah warna menjadi biru dan meninggalkan warna biasanya yang berupa kuning keemasan. Warna biru pada Bulan kita pahami sebagai perubahan warna dalam keterbatasan pandangan mata manusia sehingga yang muncul adalah warna biru. Terpengaruhnya pandangan mata manusia hingga seakan-akan melihat bulan berwarna biru disebabkan oleh fenomena alam lainnya. Fenomena bulan tampak kebiru-biruan merupakan salah satu fenomena alam yang disebabkan oleh asap atau partikel debu di atmosfer. Fenomena ini sama sekali tak ada kaitannya dengan siklus/perputaran Bulan, baik rotasi maupun revolusi.

Fenomena bulan tampak kebiruan disebabkan penghamburan cahaya Matahari oleh ozon. Dalam situs NASA disebutkan bahwa Bulan yang tampak biru disebabkan oleh adanya partikel yang lebih besar dari panjang gelombang warna merah (0,7 mikron). Selain karena letusan gunung berapi, fenomena Bulan tampak kebiruan juga dapat disebabkan oleh kebakaran hutan. Abu dari sisa kebakaran dapat terlempar ke udara oleh angin hingga menutupi cahaya Bulan. Demikian juga dengan asap kebakaran yang mengepul di udara.
Contoh paling konkret dari fenomena Bulan tampak kebiru-biruan adalah seperti yang terjadi setelah kebakaran hutan di Swedia dan Kanada pada tahun 1950 dan 1951. Peristiwa lainnya orang-orang melihat bulan tampak kebiru-biruan pada tahun 1983 setelah letusan gunung berapi El Chichon di Meksiko. Ada pula laporan yang menyakan bahwa bulan tampak biru yang disebabkan oleh letusan gunung St Helens pada tahun 1980 dan gunung Pinatubo di Filipina pada tahun 1991.

Di Indonesia sendiri, fenomena Bulan berwarna biru pernah terjadi, yaitu ketika gunung Krakatau di selat Sunda meletus pada tahun 1883 dan menggemparkan dunia. Akibat letusan Krakatau ini, selama dua tahun Bulan muncul dengan warna biru, baik saat terjadi gerhana, Bulan dalam fase sabit, bungkuk maupun purnama. Fenomena ini pun bisa dilihat dari seluruh dunia saat itu.



Blue Moon sebuah Kiasan
Istilah blue Moon yang sebenarnya bukanlah fenomena dimana Bulan tampil dengan semburat warna biru. Ada dua definisi yang berhubungan dengan dengan istilah Bulan biru (blue Moon). Menurut definisi yang terbaru, Bulan biru adalah Bulan purnama kedua dalam satu bulan kalender Masehi. Fenomena Bulan biru bisa terjadi apabila Bulan purnama pertama terjadi pada awal bulan kalender (Masehi), sehingga Bulan purnama kedua terjadi dalam bulan kalender yang sama karena rentang rata-rata antara dua bulan adalah 29.5 hari. Definisi lain yang lebih dahulu tercatat dalam Almanak Petani Maine (Maine Farmers’ Almanac), USA. Almanak tersebut menyatakan bahwa fenomena Bulan biru adalah Bulan purnama ketiga dalam musim yang memiliki empat bulan purnama.

Dalam budaya masyarakat Barat, istilah blue Moon merupakan sebuah idiom yang telah berkembang lama. Dengan melihat kembali literatur awal yang digunakan dalam refrensi Barat mengenai istilah blue Moon, kita bisa memahaminya melalui ungkapan yang absurd. Empat ratus tahun yang lalu jika seseorang mengatakan, “Dia akan berpendapat bahwa Bulan adalah biru”, rata-rata orang pada abad XVI akan memahami, “Dia berpendapat bahwa hitam adalah putih”. Dari ungkapan ini dapat dipahami bahwa “Blue Moon” dalam ungkapan masyarakat Barat terdahulu bermakna tidak pernah. Ungkapan yang sangat familiar di Barat adalah “Once in Blue Moon” (sekali dalam Bulan biru). Dari sini kita tahu bahwa istilah Bulan biru hanyalah menunjukkan sebuah kiasan terhadap jarangnya suatu kejadian. Dengan arti bahwa peristiwa dua purnama dalam satu bulan Masehi sangat jarang terjadi.

Dalam catatan sejarah Bulan Biru pernah terjadi pada tanggal 31 Juli 2004, 31 Desember 2009 dan terakhir 31 Agustus 2012. Bulan Biru biasanya terjadi setiap 2,5 tahun dan hanya sekali dalam setahun. Namun, dalam periode 19 tahun sekali, Bulan Biru bisa terjadi dua kali dalam setahun. Pada 1999, misalnya, Bulan biru terjadi pada bulan Januari dan Maret. Fenomena Bulan biru tidak akan terjadi pada bulan Februari karena jumlah harinya yang hanya 28 atau 29 hari pada tahun kabisat.

Fenomena Bulan biru ini sangat mungkin terjadi karena periode revolusi Bulan terhadap Bumi kurang dari satu bulan Masehi. Dalam kalender Hijriah, satu siklus rata-rata lunar (satu bulan sinokdis) adalah 29.53 hari. Sedangkan dalam satu tahun Masehi ada sekitar 365.25 hari. Sehingga dalam satu tahun Masehi ada sekitar 12.37 kitaran Bulan/lunation (365.25 hari dibagi 29.53 hari). Satu tahun dalam kalender Masehi berjumlah 365 hari, sementara dalam kalender Bulan 354 hari. Ada sisa 11 hari setiap tahunnya. Sisa hari akan diakumulasikan sehingga pada tahun tertentu akan terjadi dua purnama dalam sebulan.

Dari tahun 2009 hingga tahun 2021 dengan mengacu definisi Blue Moon pada Maine Farmers ‘Almanac (artinya bulan purnama ketiga dalam musim empat bulan bulan purnama), bulan biru telah terjadi atau akan terjadi pada 21 November 2010, 20 Agustus 2013, 21 Mei 2016, 18 Mei 2019, dan 22 Agustus 2021. Berbeda dengan definisi yang pertama, istilah bulan biru sebagai dua bulan purnama dalam satu bulan (yang kedua merupakan bulan biru) akan terjadi pada tanggal 2 dan 31 Juli 2015, tanggal 2 dan 31 Januari 2018, tanggal 2 dan 31 Maret 2018, serta tanggal 1 dan 31 Oktober 2020. (*

 (*ayin, rubrik telah majalah Zenith edisi XI, 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar