Selasa, 01 April 2014

Sudut Waktu Matahari

PENDAHULUAN
Hisab yang dimaksud dalam dalam ilmu falak adalah perhitungan gerakan benda-benda langit untuk mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan. Sehingga apabila hisab dikhususkan penggunaannya pada hisab awal bulan maka yang dimaksudkan ialah menentukan kedudukan Matahari dan Bulan. Sehingga dapat diketahui kedudukan Matahari dan Bulan tersebut pada bola langit disaat-saat tertentu.

Hisab awal bulan tiada lain adalah menetukan kedudukan Hilal pada saat terbenamnya Matahari yang diukur dengan derajat. Penentuan awal bulan Kamariah penting artinya bagi umat Islam. Selain untuk menentukan hari-hari besar, juga yang lebih penting adalah untuk menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan dan Dzulhijjah. Hal ini dikarenakan menyangkut masalah wajib ‘ain bagi setiap umat Islam, yaitu kewajiban menjalankan ibadah puasa dan haji.

Sudah semestinya apabila sebelum melakukan pengamatan hilal sudah diketahui letak hilal yang akan dirukyah pada saat terbenamnya Matahari. Letak Bulan dinyatakan oleh perbedaan ketinggiannya dengan Matahari dan selisih azimut di antara keduanya.

Dalam hisab awal bulan Kamariah ada dua macam, yaitu hisab ‘urfi dan hisab haqiqi. Hisab ‘urfi adalah hisab dengan menggunakan umur rata-rata Bulan (29-30) sebagai standar. Sedangkan hisab awal bulan haqiqi adalah perhitungan astronomik yang dimaksudkan untuk mengetahui keadaan Bulan pada hari atau tanggal ke 29 setiap bulan. Keadaan Bulan tersebut setidaknya berkenaan dengan saat ijtima’ (konjungsi) nya Matahari, ketinggian (h) nya pada saat Matahari terbenam, dan beda azimuthnya dengan Matahari pada saat terbenam. Perhitungan tersebut kemudian dipakai sebagai acuan dalam menentukan jatuhnya awaln bulan Kamariah dalam kalender Hijriah.[1]

PEMBAHASAN
Semua benda langit pada dasarnya mempunyai pergerakan, baik pergerakannya sendiri maupun pergerakan semu. Dengan demikian, ketika kita menyatakan letak/posisi benda langit, berarti kita menyatakan letak itu pada waktu tertentu.

Sudut waktu merupakan sudut yang dibentuk oleh meridian pengamat dengan meridian benda langit yang bersangkutan.[2] Sudut waktu Matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian Matahari dihitung dari titik kulminasi atas sampai Matahari berada. Atau sudut pada kutub langit selatan atau utara yang diapit oleh garis meridian dan lingkaran deklinasi yang melewati Matahari.[3] Jadi sudut waktu Matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian Matahari dihitung dari titik kulminasi atas sampai matahari berada.

Dalam istilah kitab falak klasik, sudut waktu disubut fadl-lud Da’ir dan dilambangkan dengan t0. Harga atau nilai sudut waktu adalah 00 sampai 1800. Nilai sudut waktu 00 adalah ketika matahari berada di titik kulminasi atas atau tepat di meridian langit. Sedangkan nilai sudut waktu 1800 adalah ketika Matahari berada di titik kulminasi bawah.

Apabila Matahari berada di sebelah Barat meridian atau di belahan langit sebelah Barat maka sudut waktu bertanda positif (+). Dan apabila Matahari berada di sebelah Timur atau di belahan langit Timur, maka sudut waktu bertanda negatif (-).

Harga sudut waktu Matahari dapat dihitung dengan rumus:[4]

Cos t= -tan φ tan δ+ sin h0 : cos φ : cos δ0
 
 




t0          = Sudut waktu Matahari
φ          = Lintang tempat
δ0         = Deklinasi Matahari
h0         = Tinggi Matahari

Sudut waktu merupakan salah satu sistem koordinat bola langit. Dalam sistem sudut waktu, bidang referensi utama adalah ekuator pengamat. Sedangkan referensi kedua adalah lingkaran waktu yang didalamnya terdapat zenith (meridian langit pengamat).[5]





Bulan, benda langit yang akan diamati adalah sebuah benda gelap yang tidak memiliki cahaya sendiri. Yang biasa kita lihat adalah bagian Bulan yang disinari Matahari. Pada saat tertentu, cahaya Bumi (yang merupakan pantulan cahaya Matahari) dapat pula terlihat di Bulan.

Pada saat awal Bulan, pengamatan dilakukan (rukyatul hilal) pada waktu Matahari terbenam. Keadaan langit pada waktu itu mulai berubah. Pada siang hari, Matahari terang, sehingga langitpun terang. Terangnya langit ini disebabkan oleh terangnya cahaya Matahari yang disebarkan oleh udara Bumi. Ketika Matahari terbenam, terangnya langit berkurang, akan tetapi cahaya senja masih terlihat sampai waktu Isya’ tiba. Pada saat Matahari baru saja terbenam, cahaya langit senja masih cukup terang yang menyulitkan kita untuk melihat hilal. Hal ini karena Bulan masih terlalu tipis, sehingga cahayanya hampir tidak jauh beda dengan terangnya langit senja yang cerah tanpa awan.[6

Dengan mengetahui saat Matahari terbenam maka kita akan mengetahui kapan kita seharusnya melakukan rukyat, karena merukyat Hilal yang dapat kita lakukan hanya beberapa menit. Dengan mengetahui besarnya sudut waktu Matahari kita akan mengetahu saat Matahari terbenam.
Saat Matahari terbenam =
t0 : 15 +12 – e + KWD (Koreksi Waktu Daerah)[7]





[1] Ahmad Musonnif, Ilmu Falak : Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah Kiblat, Hisab ‘Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan, Yogyakarta: Teras, cet. 1, 2011, hal. 134-135
[2] Uum Jumsa, Ilmu Falak: Panduan Praktis Menentukan Hilal, Bandung: Humaniora, cet. 2, 2009, hal. 28
[3] Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak: Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004, hal. 81
[4] Ibid
[5] K. J. Vilianueva, Pengantar ke dalam Astronomi Geodesi, Bandung: Departemen Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB, 1978, hal. 12-13
[6] Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta, 1981, hal. 54
[7] Ahmad Izzudin, Ilmu Falak Praktis: Metode Hisab Rukyah Praktis dan Solusi Permasalahannya, Semarang: Komala Grafika, 2006, hal. 73

Tidak ada komentar:

Posting Komentar