PENDAHULUAN
Hisab yang dimaksud dalam dalam ilmu falak adalah perhitungan gerakan
benda-benda langit untuk mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang
diinginkan. Sehingga apabila hisab dikhususkan penggunaannya pada hisab awal bulan maka yang
dimaksudkan ialah menentukan kedudukan Matahari dan Bulan. Sehingga dapat
diketahui kedudukan Matahari dan Bulan tersebut pada bola langit disaat-saat
tertentu.
Hisab awal bulan tiada lain adalah menetukan kedudukan Hilal pada saat
terbenamnya Matahari yang diukur dengan derajat. Penentuan awal bulan Kamariah penting artinya bagi
umat Islam. Selain untuk menentukan hari-hari besar, juga yang lebih penting
adalah untuk menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan dan Dzulhijjah. Hal ini
dikarenakan menyangkut masalah wajib ‘ain bagi setiap umat Islam, yaitu
kewajiban menjalankan ibadah puasa dan haji.
Sudah semestinya apabila sebelum melakukan pengamatan hilal sudah
diketahui letak hilal yang akan dirukyah pada saat terbenamnya Matahari. Letak
Bulan dinyatakan oleh perbedaan ketinggiannya dengan Matahari dan selisih
azimut di antara keduanya.
Dalam hisab awal bulan Kamariah ada dua macam, yaitu hisab ‘urfi dan hisab
haqiqi. Hisab ‘urfi adalah hisab dengan menggunakan umur rata-rata Bulan
(29-30) sebagai standar. Sedangkan hisab awal bulan haqiqi adalah perhitungan
astronomik yang dimaksudkan untuk mengetahui keadaan Bulan pada hari atau
tanggal ke 29 setiap bulan. Keadaan Bulan tersebut setidaknya berkenaan dengan
saat ijtima’ (konjungsi) nya Matahari, ketinggian (h) nya pada saat Matahari
terbenam, dan beda azimuthnya dengan Matahari pada saat terbenam. Perhitungan tersebut kemudian dipakai sebagai acuan dalam menentukan
jatuhnya awaln bulan Kamariah dalam kalender Hijriah.[1]
PEMBAHASAN
Semua benda langit pada dasarnya mempunyai pergerakan, baik pergerakannya
sendiri maupun pergerakan semu. Dengan demikian, ketika kita menyatakan letak/posisi benda langit,
berarti kita menyatakan letak itu pada waktu tertentu.
Sudut waktu merupakan sudut yang dibentuk oleh meridian pengamat dengan
meridian benda langit yang bersangkutan.[2] Sudut waktu Matahari adalah busur sepanjang
lingkaran harian Matahari dihitung dari titik kulminasi atas sampai Matahari berada.
Atau sudut pada kutub langit selatan atau utara yang diapit oleh garis meridian
dan lingkaran deklinasi yang melewati Matahari.[3]
Jadi sudut waktu Matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian Matahari dihitung
dari titik kulminasi atas sampai matahari berada.
Dalam istilah kitab falak klasik, sudut waktu disubut fadl-lud Da’ir
dan dilambangkan dengan t0. Harga atau nilai sudut waktu adalah 00
sampai 1800. Nilai sudut waktu 00 adalah ketika
matahari berada di titik kulminasi atas atau tepat di meridian langit.
Sedangkan nilai sudut waktu 1800 adalah ketika Matahari berada di
titik kulminasi bawah.
Apabila Matahari berada di sebelah Barat meridian atau di belahan langit
sebelah Barat maka sudut waktu bertanda positif (+). Dan apabila Matahari
berada di sebelah Timur atau di belahan langit Timur, maka sudut waktu bertanda negatif (-).
Harga sudut waktu Matahari dapat dihitung dengan
rumus:[4]
|
t0 =
Sudut waktu Matahari
φ =
Lintang tempat
δ0 =
Deklinasi Matahari
h0 =
Tinggi Matahari
Sudut waktu merupakan salah satu sistem koordinat bola langit. Dalam
sistem sudut waktu, bidang referensi utama adalah ekuator pengamat. Sedangkan referensi
kedua adalah lingkaran waktu yang didalamnya terdapat zenith (meridian langit
pengamat).[5]
Bulan, benda langit yang akan diamati adalah sebuah benda gelap yang tidak
memiliki cahaya sendiri. Yang biasa kita lihat adalah bagian Bulan yang
disinari Matahari. Pada saat tertentu, cahaya Bumi (yang merupakan pantulan
cahaya Matahari) dapat pula terlihat di Bulan.
Pada saat awal Bulan, pengamatan dilakukan (rukyatul hilal) pada
waktu Matahari terbenam. Keadaan langit pada waktu itu mulai berubah. Pada
siang hari, Matahari terang, sehingga langitpun terang. Terangnya langit ini
disebabkan oleh terangnya cahaya Matahari yang disebarkan oleh udara Bumi.
Ketika Matahari terbenam, terangnya langit berkurang, akan tetapi cahaya senja masih terlihat sampai waktu
Isya’ tiba. Pada saat Matahari baru saja terbenam, cahaya langit senja masih
cukup terang yang menyulitkan kita untuk melihat hilal. Hal ini karena Bulan
masih terlalu tipis, sehingga cahayanya hampir tidak jauh beda dengan terangnya langit senja yang cerah
tanpa awan.[6
Dengan mengetahui saat Matahari terbenam maka kita akan mengetahui kapan kita
seharusnya melakukan rukyat, karena merukyat Hilal yang dapat kita lakukan
hanya beberapa menit. Dengan mengetahui besarnya sudut waktu Matahari kita akan
mengetahu saat Matahari terbenam.
Saat Matahari terbenam =
t0 : 15 +12 – e + KWD (Koreksi Waktu
Daerah)[7]
[1] Ahmad Musonnif, Ilmu Falak : Metode Hisab Awal Waktu Shalat, Arah
Kiblat, Hisab ‘Urfi dan Hisab Hakiki Awal Bulan, Yogyakarta: Teras, cet. 1,
2011, hal. 134-135
[2] Uum Jumsa, Ilmu Falak: Panduan Praktis Menentukan Hilal, Bandung: Humaniora, cet. 2,
2009, hal. 28
[4] Ibid
[5] K. J. Vilianueva, Pengantar ke dalam Astronomi Geodesi, Bandung:
Departemen Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB, 1978, hal. 12-13
[6] Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta, 1981, hal. 54
[7] Ahmad Izzudin, Ilmu Falak Praktis: Metode Hisab Rukyah Praktis dan
Solusi Permasalahannya, Semarang: Komala Grafika, 2006, hal. 73
Tidak ada komentar:
Posting Komentar